Bolehkah istri minta cerai karena suami sering berkata kasar?

12 bilangan lihat

Undang-undang Perkahwinan, PP 9/1975 dan KHI tidak secara khusus menyenaraikan suami yang suka marah dan bersikap kasar sebagai alasan untuk bercerai. Walaupun begitu, isteri masih mempunyai hak untuk memfailkan perceraian sekiranya mengalami perlakuan sedemikian. Mahkamah akan mempertimbangkan setiap kes berdasarkan bukti dan keadaan yang dikemukakan.

Maklum Balas 0 bilangan suka

Bolehkah Isteri Memohon Cerai Kerana Suami Kerap Berkata-kata Kasar?

Dalam undang-undang perkahwinan di Malaysia, Undang-Undang Perkahwinan (PP 9/1975) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), tidak terdapat peruntukan khusus yang menyatakan bahawa suami yang sering marah dan bersikap kasar sebagai alasan untuk bercerai. Namun, isteri masih berhak untuk memfailkan perceraian sekiranya mengalami perlakuan sedemikian.

Mahkamah akan mempertimbangkan setiap kes berdasarkan bukti dan keadaan yang dikemukakan. Jika isteri dapat membuktikan bahwa suaminya sering mengeluarkan kata-kata kasar dan menimbulkan rasa tidak aman, mahkamah dapat memutuskan bahwa perkahwinan tersebut telah rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi.

Perkataan kasar yang dimaksud dalam konteks ini adalah kata-kata yang menghina, merendahkan, atau mengancam. Kata-kata tersebut dapat diucapkan secara langsung atau melalui media sosial, pesan teks, atau panggilan telepon. Perilaku kasar juga dapat mencakup tindakan fisik, seperti mendorong, menampar, atau memukul.

Pasal 12(2) UU Pernikahan mengatur bahwa permohonan perceraian dapat diajukan berdasarkan alasan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus sehingga tidak dapat didamaikan lagi. Pasal 119(2) KHI juga menyebutkan bahwa perceraian dapat dijatuhkan jika terjadi pertengkaran dan perselisihan yang terus-menerus sehingga tidak dapat diharapkan lagi hidup rukun dalam rumah tangga.

Dalam praktiknya, isteri yang mengalami perlakuan kasar dari suaminya dapat mengajukan gugatan cerai dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Dalam gugatannya, isteri harus dapat membuktikan bahwa suaminya sering mengeluarkan kata-kata kasar dan melakukan tindakan kasar lainnya, serta telah menyebabkan kerusakan dalam perkawinan.

Mahkamah akan mempertimbangkan bukti yang diajukan oleh isteri, termasuk keterangan saksi, bukti medis (jika ada), dan dokumen lainnya yang relevan. Jika mahkamah yakin bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi dalam perkawinan disebabkan oleh perlakuan kasar suami, maka mahkamah dapat mengabulkan gugatan cerai.

Oleh karena itu, meskipun undang-undang perkahwinan di Malaysia tidak secara khusus mengatur tentang suami yang suka marah dan bersikap kasar sebagai alasan untuk bercerai, isteri masih memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai jika mengalami perlakuan sedemikian. Mahkamah akan mempertimbangkan setiap kes berdasarkan bukti dan keadaan yang dikemukakan untuk menentukan apakah perkawinan tersebut telah rusak dan dapat diputuskan melalui cerai.